Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
Sejarah sastra membicarakan pertumbuhan dan perkembangan sastra, hasil
karya sastra serta corak-coraknya. Hal ini sangat penting untuk menentukan
dasar-dasar penggolongan karya sastra dan penciptaanya, baik menurut bentuk
maupun jamannya.
Sejarah sastra Indonesia dimulai pada abad ke-20 yang diwakili karya
pengarang-pengarang Balai Pustaka. Dengan demikian, karya sastra yang
dihasilkan sebelum abad 20 digolongkan ke dalam sastra Melayu.
Mengapa setelah angkatan ’45, muncul angkatan ’66 ? Pada era 50-an, beberapa
penulis di Indonesia mengalami kegelisahan dalam karya-karyanya. Tulisan mereka
mengalami krisis, dikarenakan hanya berupa tulisan-tulisan kecil yang
berlingkar sekitar fsikologisme perseorangan semata. Aktivitas sastra hanya
dalam majalah-majalah saja, karena sifanya majalah maka yang mendapat tempat
yaitu yang berupa cerpen, sajak, dan karangan lain yang tidak begitu panjang
sehingga munculah istilah ”sastra majalah”.
Berbeda dengan para pengarang pujangga baru dan angkatan 45, para
pengarang periode 50 ini lebih menitik beratkan pada penciptaan. Hal tersebut
berhubungan kurangnya pengetahuan mereka pada saat itu. Baru kemudian setelah
berkesempatan menambah pengetahuan, mereka merumuskan cita-cita dan
kehadirannya pada periode 60-an. Sehingga, angka ”50-an” terlewatkan dalam
perkembangan sejarah sastra Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Jelaskan latar belakang munculnya angkatan 66 !
2. Jelaskan perbedaan angkatan 45 dan angkatan 66 !
3. Sebutkan siapa saja pengarang angkatan 66 ?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah makalah di atas, maka tujuan penulisan
makalah ini adalah :
1. Menjelaskan latar belakang munculnya angkatan 66
2. Menjelaskan perbedaan angkatan 45 dan angkatan 66
3. Mangetahui pengarang-pengarang yang tergolong angkatan 66
Bab II
Pembahasan
2.1 Munculnya Angkatan 66
Perbedaan-perbedaan pandangan mengenai seni dan sastra yang berpangkal
pada perbedaan-perbedaan politik, sudah sejak lama kelihatan dalam dunia sastra
Indonesia. Pada awal tahun 50-an terjadi polemik yang seru antara orang-orang
yang membela hak hidup angkatan 45 dengan orang-orang yang mengatakan ”Angkatan
45 sudah mati” yang berpangkal pada suatu sikap politik.
Para seniman muda tidak mau mengelompokkan diri dalam kelompok seniman
untuk menyamakan persepsi. Semangat yang dimiliki seniman Angkatan 45 tidak
mereka warisi dan mereka tidak menghayati revolusi fisik dengan baik. Seniman
muda ini lebih memfokuskan diri pada menulis cerpen, puisi, dan naskah drama.
Periode 50 bukan saja sebagai pengekor Angkatan 45, tetapi sudah
merupakan penyelamat setelah melalui masa-masa kegoncangan. Ciri-ciri periode
ini antara lain :
1.
Pusat kegiatan
sastra telah meluas keseluruh pelosok Indonesia, tidak hanya berpusat di
Jakarta atau Yogyakarta saja.
2.
Kebudayaan
daerah lebih banyak diungkapkan demi mencapai perwujudan sastra Nasional
Indonesia.
3.
Penilaian
keindahan dalam sastra tidak lagi didasarkan pada perasaan kepada perasaan dan
ukuran Nasional.
Pada tahun 1959, merupakan tahun yang membawa perubahan dalam dunia
kesusastraan sebagai imbas dunia politik. Tujuan sastra pada mulanya mengangkat
harkat dan martabat manusia dalam kehidupan yang memiliki nilai-nilai kebebasan
dan kemerdekaan. Pada tahun ini sastrawan ingin mengembangkan karya sastranya,
dilain pihak tekanan-tekanan partai politik yang mulai mengendalikan pemuda
Indonesia sehingga muncul PKI, LEKRA, LKN, LESBUMI, HSBI, LESBI dan lain
sebagainya.
Akhirnya Manikebu menjadi konsep sikap dan kepentingan dan kepentingan
mereka sebagai angkatan dalam kesustraan yang kemudian dikenal dengan ankatan
66. Akibat fitnah PKI, Manikebu dinyatakan sebagai organisasi terlarang.
Setelah bangkitnya Orde Baru, tahun 1966, maka, Manikebu sebagai konsepsi
Angkatan Kesusastraan terbaru, dijadikan landasan ideal Angkatan 1966. Isi
Manikebu antara lain :
1.
Kami para
seniman cendikiawan Indonesia dengan ini mengumumkan sebuah manifes kebudayaan
yang menyatakan pendirian, cita-cita politik kebudayaan kami.
2.
Bagi kami
kebudayaan adalah perjuangan untuk menyempurnakan kondisi kehidupan manusia.
Kami tidak mengutamakan salah satu sektor kebudayaan lain. Setiap sektor
perjuangan bersama- sama untuk kebudayaan itu sesuai dengan kodratnya.
3.
Dalam melaksanakan
kebudayaan nasional, kami berusaha mencipta dengan kesungguhan yang
sejujur-jujurnya sebagai perjuangan untuk mempertahankan dan mengembangkan
martabat diri kami sebagai bangsa indonesia ditengah-tengah masyarakat dunia.
4. Pancasila adalah falsafah
kebudayaan kami.
2.2 Perbedaan Angkatan 45 dengan Angkatan 66
1. Lahir karena politik, tidak memperhitungkan
politik Lahir karena politik, memperhitungkan politik
2. Karyanya bernadakan perjuangan Karyanya bernadakan keadilan dunia
3. Mempunyai sikap sebagai warisan Menegaskan Pancasila peperangan
4. Mempunyai sikap sebagai akibat falsafah
kebudayaan Menegaskan Pancasila sebagai falsafah kebudayaan
5. Berorientasi kepada pengarang dunia Lahir akibat penindasan HAM
6.
Karyanya
bersifat ekpresi puisi dan realis skeptis pada prosa Karyanya bersifat realis, aturalisme,
dan ekstensionalisme
7.
Merupakan nama
kumpulan saja sastrawan melulu Merupakan wadah bukan sastrawan, tetapi juga
budayawan, seniman, dan pelukis.
2.3 Penyair Angkatan 66
1. Taufik Ismail
lahir di Bukit Tinggi 1937 tetapi dibesarkan di Pekalongan.
Karya-karyanya berupa sajak, cerpen, dan essei mulai dikenalkannya pada tahun
1954. Namun baru mencut tahun 1966. Karyanya yaitu sajak Jaket Berlumuran
Darah, Harmoni, Jalan Segara. Puisinya Karanganya yaitu Karangan Bunga,
Salemba, dan Seorang Tukang Rambutan Kepada Istrinya.
2. Goenawan Mohamad
2. Goenawan Mohamad
Lahir di Batang 1942, pernah menjadi wartawan harian KAMI, pemimpin
redaksi majalah Ekspress, redaksi majalah Horison, Peminmpin majalah tempo dan
Zaman. Karyanya antara lain Interlude (1973), Potret Seorang Penyair Muda
Sebagai Si Malin Kundang (1972), dan lain-lain
3. Mansur Samin
3. Mansur Samin
Lahir di Batang Toru Sumatera Utara, karyanya antara lain kumpulan puisi
tanah air, Kebinasaan Negeri Senja (drama 1968), Baladanya yang terkenal ialah
Sibagading Si Rajagoda, dan Raja Singamangaraja.
4. Hartoyo Andangdjaja
Lahir disolo 1930, kumpulan sajaknya berjudul simponi Puisi (1954) dan
Buku Puisi (1973). Ia juga menterjemah buku antara lain Tukang Kebun (1976),
Kubur Terhormat (1977), dan Novel Rahasia Hati 1978).
5. Piek Ardijanto Suprijadi
Lahir di Mangetan 1929, karyanya antara lain Burung-Burung di Ladang,
Paman-paman Tani Utun.
6. Abdul Hadi W.M
Lahir di Sumenep 1949, karya-karyanya antara lain Riwayat, Terlambat di
Ujung Jalan, Laut Belum Pasang, Tergantung Pada Angin.
7. W.S Rendra
Rendra termasuk penyair yang kritis. Karena berbagai macam sosial, segi
pendidikan, ekonomi, pemerintahan selalu menjadi sorotan dalam karyanya.
Karyanya antara lain Balada Sumirah, Balada terbunuhnya Atmo Karpo, Aminah.
2.4 Ciri-ciri Angkatan
66
1. Mulai dikenal gaya
epik (bercerita) pada puisi (muncul puisi-puisi balada)
2. Puisinya
menggambarkan kemuraman (batin) hidup yang menderita
3. Prosanya
menggambarkan masalah kemasyarakatan, misalnya tentang perekonomian yang buruk,
pengangguran, dan kemiskinan
4. Cerita dengan latar
perang dalam prosa mulai berkurang, dan pertentangan dalam politik pemerintahan
lebih banyak mengemuka
5. Banyak terdapat
penggunaan gaya retorik dan slogan dalam puisi
6. Muncul puisi mantra
dan prosa surealisme (absurd) pada awal tahun 1970-an yang banyak
berisi tentang kritik
sosial dan kesewenang-wenangan terhadap kaum lemah
Bab III
Kesimpulan
Lahirnya angkatan 66 disebabkan :
1. Karena politik
2. Karena bernadakan keadilan
3. Menegaskan Pancasila sebagai falsafah kebudayaan
4. Lahirnya sebagai akibat penindasan hak azazi manusia
5. Berorientasi kedalam negeri ( Pengarang nasional menggali kebudayaan
daerah).
6. Karya bersifat naturalis, realitas, dan ekstensialitas
7. Merupakan wadah untuk para sastrawan , ahli budayawan dan pelukis.
Daftar Pustaka
Wikipedia.Ensiklopedia
Ellloaristhayoga.blogspot.com
http://amirulloh-syaifuddin.blogspot.com/2012/10/sastra-indonesia-angkatan-66.html
0 komentar:
Posting Komentar