BAB I
PENDAHULUAN
Berbicara Sebagai Kegiatan Komunikasi
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata bahasa Latin communicatio,
yang berasal dari kata communis yang berarti ‘sama’. Yang dimaksud
dengan ‘sama’ di sini adalah sama dalam hal makna.
Dalam kehidupan sehari-hari, kalau
ada dua orang yang terlibat dalam percakapan baru dapat dikatakan berkomunikasi
jika keduanya memiliki kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan. Penggunaan
bahasa yang sama belum menjamin terjadinya proses komunikasi. Komunikasi baru
terjadi apabila keduanya mengerti tentang bahasa yang digunakan dan juga
mengerti makna bahan yang dipercakapkan.
Manusia
sebagai makhluk sosial, kegiatan utamanya adalah berkomunikasi. Karena
pentingnya komunikasi bagi kehidupan manusia, maka manusia disebut homo
communicus. Artinya, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu
mengadakan hubungan dan interaksi dengan manusia sesamanya karena mereka saling
memerlukan dan juga karena manusia hanya bisa berkembang melalui komunikasi.
Komunikasi sudah menjadi kebutuhan manusia yang esensial. Kehidupan kita
sehari-hari sangat dipengaruhi oleh adanya komuniukasi yang kita lakukan dengan
orang lain, termasuk juga pesan-pesan yang disampaikan oleh orang lain
tersebut.
Hampir setiap orang membutuhkan
hubungan sosial dengan orang lain, dan kebutuhan ini terpenuhi melalui
pertukaran pesan yang berfungsi sebagai jembatan untuk mempersatukan
manusia-manusia yang tanpa berkomunikasi akan terisolasi. Pesan-pesan itu
muncul melalui perilaku manusia. Lihatlah, ketika kita berbicara, melambaikan
tangan, cemberut, bermuka masam, atau memberikan suatu isyarat lainnya, pada dasarnya kita sedang
berperilaku. Perilaku tadi merupakan pesan-pesan. Pesan-pesan itu digunakan
untuk mengomunikasikan sesuatu kepada seseorang.
Perilaku yang merupakan pesan tadi
harus memenuhi dua syarat, yaitu harus diobservasi dan harus mengandung makna.
Perilaku tersebut harus diobservasi oleh seseorang. Jika perilaku tidak
diobservasi oleh orang lain maka tidak ada pesan di sana. Perilaku tersebut
juga harus mengandung makna. Perilaku memiliki makna jika memberikan sesuatu
arti tertentu bagi orang lain. Makna adalah
relatif bagi masing-masing orang, oleh karena masing-masing dari kita
adalah seorang manusia yang unik dengan
suatu latar belakang dan pengalaman-pengalaman yang unik pula.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Berbicara
Berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang
dilaksanakan manusia dalam kegiatan berbahasa setelah aktivitas menyimak.
Berdasarkan bunyi-bunyi (bahasa) yang
didengarnya itulah kemudian manusia belajar mengucapkan dan akhirnya mampu
untuk berbicara dalam suatu bahasa yang baik, pembicara harus menguasai lafal,
struktur, dan kosa kata bahasa yang bersangkutan. Di samping itu, diperlukan
juga penguasaan masalah dan atau gagasan yang akan disampaikan, serta kemampuan
memahami bahasa lawan bicara (Nurgiyantoro, 1995:274).
Berbicara pada
hakikatnya adalah sebuah proses komunikasi secara lisan antara pembicara dan
lawan bicara. Menurut Tarigan (1990:15) berbicara adalah kemampuan mengucapkan
bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta
menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Selanjutnya dijelaskan bahwa
berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan
yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan
tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide yang
dikombinasikan. Berbicara juga merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan
faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik, dan linguistik
sedemikian ekstensif, secara luas sehingga dapat dianggap sebagai alat manusia
yang paling penting bagi kontrol social.
Dengan
demikian, berbicara itu lebih daripada hanya sekedar pengucapan bunyi-bunyi
atau kata-kata. Berbicara adalah suatu alat untuk mengomunikasikan
gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak.
Jadi,
berbicara itu sebenarnya merupakan suatu proses bukan kemampuan, yaitu proses
penyampaian pikiran, ide, gagasan dengan bahasa lisan kepada komunikan (orang
lain atau diri sendiri).
Dalam berbicara atau berkomunikasi dengan pihak lain,
diperlukan adanya beberapa hal atau unsur.
Beberapa unsur dalam proses berbicara atau proses berkomunikasi tersebut adalah:
1.
pembicara
2.
lawan bicara (penyimak)
3.
lambang (bahasa lisan)
4.
pesan, maksud, gagasan, atau ide
Menurut
Tarigan (1990), tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar
dapat menyampaikan pikiran secara
efektif, maka seharusnya sang pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan, dia juga harus
mampu mengevaluasi efek komunikasinya terhadap para pendengarnya, dan dia juga
harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan,
baik secara umum maupun perseorangan. Pada dasarnya, berbicara itu memiliki
tiga maksud utama, yaitu:
1.
memberitahukan, melaporkan (to inform)
2.
menjamu, menghibur (to
intertain)
3.
membujuk, mengajak, mendesak, meyakinkan (to persuade)
Menurut Brooks (dalam Tarigan, 1990) ada beberapa prinsip
umum dalam berbicara yang perlu mendapat perhatian dari orang yang akan
melakukan pembicaraan. Beberapa prinsip umum yang mendasari kegiatan berbicara
tersebut , antara lain adalah:
- Membutuhkan paling sedikit dua orang. Tentu saja pembicaraan dapat pula dilakukan oleh satu orang, dan hal ini juga sering terjadi di masyarakat.
- Mempergunakan suatu sandi linguistik yang dipahami bersama. Meskipun dalam praktik berbicara dipergunakan dua bahasa, namun saling pengertian, pemahaman bersama itu juga sangat penting.
- Menerima atau mengakui suatu daerah referensi umum.
- Merupakan suatu pertukaran antarpartisipan. Kedua belah pihak partisipan yang memberi dan menerima dalam pembicaraan saling bertukar sebagai pembicara dan penyimak.
- Menghubungkan setiap pembicara dengan yang lainnya dan kepada lingkungannya dengan segera. Perilaku lisan sang pembicara selalu berhubungan dengan responsi yang nyata atau yang diharapkan dari sang penyimak dan sebaliknya. Jadi, hubungan itu bersifat timbal balik atau dua arah.
- Berhubungan atau berkaitan dengan masa kini.
- Hanya melibatkan aparat atau perlengkapan yang berhubungan dengan suara atau bunyi bahasa dan pendengaran.
- Secara tidak pandang bulu mengahdapi serta memperlakukan apa yang nyata dan apa yang diterima sebagai dalil. Keseluruhan lingkungan yang dapat dilambangkan oleh pembicaraan mencakup bukan hanya dunia nyata yang mengelilingi para pembicara tetapi juga secara tidak terbatas dunia gagasan yang lebih luas yang harus mereka masuki.
B. Rambu-rambu dalam Berbicara
Suksesnya sebuah
pembicaraan sangat tergantung kepada pembicara dan pendengar. Untuk itu,
dituntut beberapa persyaratan kepada seorang pembicara dan pendengar. Menurut
Arsjad (1991) hal-hal yang harus
diperhatikan oleh seorang pembicara adalah:
- Menguasai masalah yang dibicarakan.
Penguasaan
masalah ini akan menumbuhkan keyakinan pada diri pembicara, sehingga akan
tumbuh keberanian. Keberanian ini merupakan salah satu modal pokok bagi
pembicara.
- Mulai berbicara kalau situasi sudah mengizinkan.
Sebelum mulai
pembicaraan, hendaknya pembicara memperhatikan situasi seluruhnya, terutama
pendengar.
- Pengarahan yang tepat akan dapat memancing perhatian pendengar. Sesudah memberikan kata salam dalam membuka pembicaraan, seorang pembicara yang baik akan menginformasikan tujuan ia berbicara dan menjelaskan pentingnya pokok pembicaraan itu bagi pendengar.
- Berbicara harus jelas dan tidak terlalu cepat.
Bunyi-bunyi
bahasa harus diucapkan secara tepat dan jelas. Kalimat harus efektif dan
pilihan kata pun harus tepat.
- Pandangan mata dan gerak-gerik yang membantu.
Hendaknya terjadi
kontak batin antara pembicara dengan pendengar. Pendengar merasa diajak
berbicara dan diperhatikan. Pandangan mata dalam kasus seperti ini sangat
membantu.
- Pembicara sopan, hormat, dan memperlihatkan rasa persaudaraan.
Siapapun
pendengarnya dan bagaimana pun tingkat pendidikannya pembicara harus
menghargainya. Pembicara tidak boleh
mudah terangsang emosinya sehingga mudah terpancing amarahnya.
- Dalam komunikasi dua arah, mulailah berbicara kalau sudah dipersilakan. Seandainya kita ingin mengemukakan tanggapan, berbicaralah kalau sudah diberi kesempatan. Jangan memotong pembicaraan orang lain dan jangan berebut berbicara.
- Kenyaringan suara.
Suara
hendaknya dapat didengar oleh semua pendengar dalam ruangan itu. Volume suara jangn terlalu lemah dan jangan
terlalu tinggi, apalagi berteriak.
- Pendengar akan lebih terkesan kalau ia dapat menyaksikan pembicara sepenuhnya. Usahakanlah berdiri atau duduk pada posisi yang dapat dilihat oleh seluruh pendengar.
C. Fungsi Berbicara
Dalam kehidupan sehari-hari, berbicara merupakan salah
satu kebutuhan mutlak manusia untuk dapat hidup bermasyarakat secara baik.
Sebagian besar kehidupan kita setiap harinya banyak didominasi oleh kegiatan
berbicara.
Menurut Haryadi (1994) ada beberapa
fungsi berbicara. Berbicara dalam
kehidupan dapat berfungsi sebagai:
- pemenuhan hajat hidup manusia sebagai makhluk sosial,
- alat komunikasi untuk berbagai urusan atau keperluan,
- ekspresi sikap dan nilai demokrasi,
- alat pengembangan dan penyebarluasan ide/pengetahuan,
- peredam ketegangan, kecemasan dan kesedihan.
D. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa
Keterampilan berbahasa memiliki empat komponen yang satu
sama lainnya memiliki hubungan yang sangat erat. Keempat komponen berbahasa
tersebut adalah:
- keterampilan menyimak (listening skills)
2. keterampilan berbicara (speaking skills)
- keterampilan membaca (reading skills)
- keterampilan menulis (writing skills)
(Nida, Harris,
dalam Tarigan, 1990)
Setiap
keterampilan berbahasa tersebut memiliki hubungan yang erat dengan tiga
keterampilan berbahasa lainnya. Dalam memperoleh keterampilan berbahasa,
biasanya kita melalui suatu hubungan urutan yang teratur: mula-mula pada masa
kecil kita belajar menyimak bahasa, kemudian berbicara, sesudah
itu kita belajar membaca dan menulis.
Menurut Harris
(dalam Tarigan, 1990) ada beberapa komponen berbahasa yang perlu mendapat
perhatian dalam praktik keterampilan berbahasa. Komponen-komponen berbahasa tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.
Komponen
|
Keterampilan
|
Berbahasa
|
||
Menyimak
|
Berbicara
|
Membaca
|
Menulis
|
|
fonologi
|
v
|
v
|
||
ortografi
|
-
|
-
|
v
|
v
|
struktur
|
v
|
v
|
v
|
v
|
kosa kata
|
v
|
v
|
v
|
v
|
kecepatan
kelancaran
umum
|
v
|
v
|
v
|
v
|
Gambar 3:
Komponen-komponen yang perlu mendapat perhatian dalam praktik keterampilan berbahasa
Hubungan
antara keterampilan berbicara dengan ketiga keterampilan berbahasa yang lain
adalah sebagai berikut:
1. Hubungan antara Berbicara dengan Menyimak
Menurut Brooks (dalam Tarigan, 1990:4) berbicara dan menyimak merupakan kegiatan komunikasi
dua arah yang langsung, merupakan komunikasi tatap muka atau face-to-face
communication. Hal-hal yang dapat memperlihatkan eratnya hubungan antara
berbicara dan menyimak adalah sebagai berikut:
a.
Ujaran (speech) biasanya dipelajari melalui menyimak
dan meniru (imitasi).
b.
Kata-kata yang akan dipakai serta dipelajari oleh sang anak
biasanya ditentukan oleh perangsang (stimuli) yang mereka temui dan kata-kata
yang paling banyak memberi bantuan atau pelayanan dalam menyampaikan ide-ide
atau gagasan mereka.
c.
Ujaran sang anak mencerminkan pemakaian bahasa di rumah dan
masyarakat tempatnya hidup.
d.
Anak yang lebih muda lebih dapat memahami kalimat-kalimat
yang jauh lebih panjang dan rumit daripada kalimat-kalimat yang dapat
diucapkannya.
e.
Meningkatkan keterampilan menyimak berarti membantu
meningkatkan kualitas berbicara seseorang.
f.
Bunyi atau suara merupakan suatu faktor penting dalam
meningkatkan cara pemakaian kata-kata sang anak. Oleh karena itu, sang anak
akan tertolong kalau mereka menyimak ujaran-ujaran yang baik dari para guru dan
lingkungan sekitarnya.
g.
Berbicara dengan bantuan alat-alat peraga akan menghasilkan
penangkapan informasi yang lebih baik
pada pihak penyimak.
2. Hubungan antara
Berbicara dengan Membaca
a.
Performansi atau penampilan membaca berbeda sekali dengan
kecakapan berbicara.
b.
Pola-pola ujaran orang yang tunaaksara mungkin mengganggu
pelajaran membaca bagi anak.
c.
Kalau pada tahun-tahun awal sekolah, ujaran membentuk suatu dasar
bagi pelajaran membaca, maka membaca bagi anak-anak kelas yang lebih tinggi
turut membantu meningkatkan keterampilan berbicara mereka.
d.
Kosakata khusus mengenai bahan bacaan haruslah diajarkan
secara langsung. Apabila muncul kata-kata baru dalam buku bacaan siswa, maka
guru hendaknya mendiskusikannya dengan siswa agar mereka memahami maknanya
sebelum mereka mulai membacanya.
3.
Hubungan antara Berbicara dengan Menulis
a. Anak belajar berbicara jauh sebelum dia dapat
menulis; dan kosakata, pola-pola kalimat serta organisasi ide-ide yang memberi
ciri kepada ujarannya merupakan dasar bagi keterampilan menulis berikutnya.
b. Anak yang telah dapat berbicara dengan lancar
biasanya dapat pula menuliskan pengalaman-pengalaman pertamanya serta tepat
tanpa diskusi lisan pendahuluan tetapi dia masih perlu membicarakan ide-ide
yang rumit yang diperolehnya dari tangan kedua.
c. Perbedaan-perbedaan antara berbicara dengan
menulis juga ada, di antaranya, keterampilan berbicara atau komunikasi lisan
cenderung ke arah kurang berstruktur, lebih sering berubah-ubah, tidak tetap
dan biasanya lebih kacau dan membingungkan daripada komunikasi tulis. Komunikasi tulis cenderung
lebih unggul dalam isi pikiran maupun struktur kalimat, lebih formal dalam gaya
bahasa dan jauh lebih teratur dalam pengertian ide-ide. Penulis biasanya telah
memikirkan dalam-dalam setiap kalimat
sebelum dia menulis naskahnya. Selain
itu, dia juga sering memeriksa serta memperbaiki kalimat-kalimatnya beberapa
kali sebelum dia menyelesaikan tulisannya.
d. Pembuatan catatan serta bagan atau rangka
ide-ide yang akan disampaikan pada suatu pembicaraan akan menolong siswa untuk
mengutarakan ide-ide tersebut kepada para pendengar. Para siswa harus belajar berbicara dari
catatan-catatan, dan mereka membutuhkan
banyak latihan berbicara dari catatan agar penyajiannya tidak terputus-putus.
BAB III
PENUTUP
E. Kesimpulan
Menyimak dan membaca erat berhubungan dalam hal bahwa keduanya merupakan
alat untuk menerima komunikasi. Berbicara dan menulis erat berhubungan dalam
hal bahwa keduanya merupakan cara untuk mengekspresikan makna atau arti. Dalam
penggunaannya, keempat keterampilan berbahasa tersebut sering sekali saling
berhubungan.
DAFTAR PUSTAKA
Arsjad,
Maidar G. dan Mukti U.S. 1991. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa
Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Haryadi,
1994. Pengantar Berbicara. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.
Hendrikus,
SDV, Dori Wuwur. 1991. Retorika. Yogyakarta: Kanisius.
Keraf,
Gorys. 1981. Diksi dan Gaya Bahasa. Ende-Flores: Nusa Indah.
-----------.
1997. Komposisi. Ende Flores: Nusa
Indah.
0 komentar:
Posting Komentar