Minggu, 21 April 2013

Rambu-rambu dalam berbicara

di 00.39


BAB I

PENDAHULUAN


Berbicara Sebagai Kegiatan Komunikasi  

            Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication  berasal dari kata bahasa Latin communicatio, yang berasal dari kata communis yang berarti ‘sama’. Yang dimaksud dengan ‘sama’ di sini adalah sama dalam hal makna.
            Dalam kehidupan sehari-hari, kalau ada dua orang yang terlibat dalam percakapan baru dapat dikatakan berkomunikasi jika keduanya memiliki kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan. Pengguna­an bahasa yang sama belum menjamin terjadinya proses komunikasi. Komunikasi baru terjadi apabila keduanya mengerti tentang bahasa yang digunakan dan juga mengerti makna bahan yang dipercakapkan.
            Manusia sebagai makhluk sosial, kegiatan utamanya adalah berko­mu­­ni­kasi. Karena pentingnya komunikasi bagi kehidupan manusia, maka manusia disebut homo communicus. Artinya, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu mengadakan hubungan dan interaksi dengan manusia sesamanya karena mereka saling memerlukan dan juga karena manusia hanya bisa berkembang melalui komunikasi. Komunikasi sudah menjadi kebutuhan manusia yang esensial. Kehidupan kita sehari-hari sangat dipengaruhi oleh adanya komuniukasi yang kita lakukan dengan orang lain, termasuk juga pesan-pesan yang disampaikan oleh orang lain tersebut.           
             Hampir setiap orang membutuhkan hubungan sosial dengan orang lain, dan kebutuhan ini terpenuhi melalui pertukaran pesan yang berfungsi sebagai jembatan untuk mempersatukan manusia-manusia yang tanpa berkomunikasi akan terisolasi. Pesan-pesan itu muncul melalui perilaku manusia. Lihatlah, ketika kita berbicara, melambaikan tangan, cemberut, bermuka masam, atau memberikan  suatu isyarat lainnya, pada dasarnya kita sedang berperilaku. Perilaku tadi merupakan pesan-pesan. Pesan-pesan itu digunakan untuk mengomunikasikan sesuatu kepada seseorang.
            Perilaku yang merupakan pesan tadi harus memenuhi dua syarat, yaitu harus diobservasi dan harus mengandung makna. Perilaku tersebut harus diobservasi oleh seseorang. Jika perilaku tidak diobservasi oleh orang lain maka tidak ada pesan di sana. Perilaku tersebut juga harus mengandung makna. Perilaku memiliki makna jika memberikan sesuatu arti tertentu bagi orang lain. Makna adalah  relatif bagi masing-masing orang, oleh karena masing-masing dari kita adalah  seorang manusia yang unik dengan suatu latar belakang dan pengalaman-pengalaman yang unik pula.






BAB II

PEMBAHASAN

 

 

A. Pengertian Berbicara

            Berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilaksanakan manusia dalam kegiatan berbahasa setelah aktivitas menyimak. Berdasarkan bunyi-bunyi  (bahasa) yang didengarnya itulah kemudian manusia belajar mengucapkan dan akhirnya mampu untuk berbicara dalam suatu bahasa yang baik, pembicara harus menguasai lafal, struktur, dan kosa kata bahasa yang bersangkutan. Di samping itu, diperlukan juga penguasaan masalah dan atau gagasan yang akan disampaikan, serta kemampuan memahami bahasa lawan bicara (Nurgiyantoro, 1995:274).
Berbicara pada hakikatnya adalah sebuah proses komunikasi secara lisan antara pembicara dan lawan bicara. Menurut Tarigan (1990:15) berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Selanjutnya dijelaskan bahwa berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide yang dikombinasi­kan. Berbicara juga merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang me­man­fa­atkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik, dan linguis­tik sedemikian ekstensif, secara luas sehingga dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol social.
Dengan demikian, berbicara itu lebih daripada hanya sekedar pengucapan bunyi-bunyi atau kata-kata. Berbicara adalah suatu alat untuk mengomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak.
Jadi, berbicara itu sebenarnya merupakan suatu proses bukan kemampuan, yaitu proses penyampaian pikiran, ide, gagasan dengan bahasa lisan kepada komunikan (orang lain atau diri sendiri).
            Dalam berbicara atau berkomunikasi dengan pihak lain, diperlukan adanya beberapa hal atau unsur.  Beberapa unsur dalam proses berbicara atau proses berkomunikasi  tersebut adalah:
1.      pembicara
2.      lawan bicara (penyimak)
3.      lambang (bahasa lisan) 
4.      pesan, maksud, gagasan, atau ide

Menurut Tarigan (1990), tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara  efektif, maka seharusnya sang pembicara memahami makna segala sesuatu  yang ingin dikomunikasikan, dia juga harus mampu mengevaluasi efek komunikasinya terhadap para pendengarnya, dan dia juga harus  mengetahui prinsip-prinsip  yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perseorangan. Pada dasarnya, berbicara itu memiliki tiga maksud utama, yaitu:
1.      memberitahukan, melaporkan (to inform)
2.      menjamu, menghibur  (to intertain)
3.      membujuk, mengajak, mendesak, meyakinkan (to persuade)
            Menurut Brooks (dalam Tarigan, 1990) ada beberapa prinsip umum dalam berbicara yang perlu mendapat perhatian dari orang yang akan melakukan pembicaraan. Beberapa prinsip umum yang mendasari kegiatan berbicara tersebut , antara lain adalah:
  1. Membutuhkan paling sedikit  dua orang. Tentu saja pembicaraan dapat pula dilakukan oleh satu orang, dan hal ini juga sering terjadi di masyarakat.
  2. Mempergunakan suatu sandi linguistik yang dipahami bersama. Meskipun dalam praktik berbicara dipergunakan dua bahasa, namun saling pengertian, pemahaman bersama itu juga sangat penting.
  3. Menerima atau mengakui suatu daerah referensi umum.
  4. Merupakan suatu pertukaran antarpartisipan. Kedua belah pihak  partisipan yang memberi dan menerima dalam pembicaraan saling bertukar sebagai pembicara dan penyimak.
  5. Menghubungkan setiap pembicara dengan yang lainnya dan kepada lingkungannya dengan segera. Perilaku lisan sang pembicara selalu berhubungan dengan responsi yang nyata atau yang diharapkan dari sang penyimak dan sebaliknya. Jadi, hubungan itu bersifat timbal balik atau dua arah.
  6. Berhubungan atau berkaitan dengan masa kini.
  7. Hanya melibatkan aparat atau perlengkapan yang berhubungan dengan suara atau bunyi bahasa dan pendengaran.
  8. Secara tidak pandang bulu mengahdapi serta memperlakukan apa yang nyata dan apa yang diterima sebagai dalil. Keseluruhan lingkungan yang dapat dilambangkan oleh pembicaraan mencakup bukan hanya dunia nyata yang mengelilingi para pembicara tetapi juga secara tidak terbatas dunia gagasan yang lebih luas yang harus mereka masuki.

B.  Rambu-rambu dalam Berbicara

             Suksesnya sebuah pembicaraan sangat tergantung kepada pembicara dan pendengar. Untuk itu, dituntut beberapa persyaratan kepada seorang pembicara dan pendengar. Menurut Arsjad (1991)  hal-hal yang harus diperhatikan oleh seorang pembicara adalah:
  1. Menguasai masalah yang dibicarakan.
Penguasaan masalah ini akan menumbuhkan keyakinan pada diri pembicara, sehingga akan tumbuh keberanian. Keberanian ini merupakan salah satu modal pokok bagi pembicara.
  1. Mulai berbicara kalau situasi sudah mengizinkan.
Sebelum mulai pembicaraan, hendaknya pembicara memperha­tikan situasi seluruhnya, terutama pendengar.
  1. Pengarahan yang tepat akan  dapat memancing perhatian pende­ngar. Sesudah memberikan kata salam dalam membuka pembicaraan, seorang pembicara yang baik akan menginforma­sikan tujuan ia berbicara dan menjelaskan pentingnya pokok pembicaraan itu bagi pendengar.
  2. Berbicara harus jelas dan tidak terlalu cepat.
Bunyi-bunyi bahasa harus diucapkan secara tepat dan jelas. Kalimat harus efektif dan pilihan kata pun harus tepat.
  1. Pandangan mata dan gerak-gerik yang membantu.
Hendaknya terjadi kontak batin antara pembicara dengan pende­ngar. Pendengar merasa diajak berbicara dan diperhatikan. Pandangan mata dalam kasus seperti ini sangat membantu.
  1. Pembicara sopan, hormat, dan memperlihatkan rasa persaudaraan.
Siapapun pendengarnya dan bagaimana pun tingkat pendidikannya pembicara harus menghargainya.  Pembicara tidak boleh mudah terangsang emosinya sehingga mudah terpancing amarahnya.
  1. Dalam komunikasi dua arah, mulailah berbicara kalau sudah dipersilakan. Seandainya kita ingin mengemukakan tanggapan,  berbicaralah kalau sudah diberi kesempatan. Jangan memotong pembicaraan orang lain dan jangan berebut berbicara.
  2. Kenyaringan suara.
Suara hendaknya dapat didengar oleh semua pendengar dalam ruangan itu.  Volume suara jangn terlalu lemah dan jangan terlalu tinggi, apalagi berteriak.
  1. Pendengar akan lebih terkesan kalau ia dapat menyaksikan pembicara sepenuhnya. Usahakanlah berdiri atau duduk pada posisi yang dapat dilihat oleh  seluruh pendengar.


C.  Fungsi Berbicara

            Dalam kehidupan sehari-hari, berbicara merupakan salah satu kebu­tuhan mutlak manusia untuk dapat hidup bermasyarakat secara baik. Seba­gian besar kehidupan kita setiap harinya banyak didominasi oleh kegiatan berbicara.
      Menurut Haryadi (1994) ada beberapa fungsi berbicara. Berbicara  dalam kehidupan dapat berfungsi sebagai:
  1. pemenuhan hajat hidup manusia sebagai makhluk sosial,
  2. alat komunikasi untuk berbagai urusan atau keperluan,
  3. ekspresi sikap dan nilai demokrasi,
  4. alat pengembangan dan penyebarluasan ide/pengetahuan,
  5. peredam ketegangan, kecemasan dan kesedihan.

D.  Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa

            Keterampilan berbahasa memiliki empat komponen yang satu sama lainnya memiliki hubungan yang sangat erat. Keempat komponen berbaha­sa tersebut adalah:
  1. keterampilan menyimak (listening skills)
2.   keterampilan berbicara (speaking skills)
  1. keterampilan membaca (reading skills)
  2. keterampilan menulis (writing skills)
(Nida, Harris, dalam Tarigan, 1990)
Setiap keterampilan berbahasa tersebut memiliki hubungan yang erat dengan tiga keterampilan berbahasa lainnya. Dalam memperoleh keterampilan berbahasa, biasanya kita melalui suatu hubungan urutan yang teratur: mula-mula pada masa kecil kita belajar menyimak bahasa, kemudian berbicara, sesudah itu kita belajar membaca dan menulis.
   

Menurut Harris (dalam Tarigan, 1990) ada beberapa komponen berbahasa yang perlu mendapat perhatian dalam praktik keterampilan berbahasa. Komponen-komponen berbahasa tersebut  dapat dilihat pada gambar berikut.

Komponen

Keterampilan
Berbahasa


Menyimak
Berbicara
Membaca
Menulis
fonologi
v
v


ortografi
-
-
v
v
struktur
v
v
v
v
kosa kata
v
v
v
v

kecepatan
kelancaran
umum

v
v
v
v

Gambar 3:  Komponen-komponen yang perlu mendapat perhatian dalam  praktik keterampilan berbahasa

Hubungan antara keterampilan berbicara dengan ketiga keterampilan berbahasa yang lain adalah sebagai berikut: 

1.   Hubungan antara Berbicara dengan Menyimak
            Menurut Brooks (dalam Tarigan, 1990:4) berbicara  dan menyimak merupakan kegiatan komunikasi dua arah yang langsung, merupakan komunikasi tatap muka atau face-to-face communication. Hal-hal yang dapat memperlihatkan eratnya hubungan antara berbicara dan menyimak adalah sebagai berikut:
a.       Ujaran (speech) biasanya dipelajari melalui menyimak dan meniru (imitasi).
b.      Kata-kata yang akan dipakai serta dipelajari oleh sang anak biasanya ditentukan oleh perangsang (stimuli) yang mereka temui dan kata-kata yang paling banyak memberi bantuan atau pelayanan dalam menyampaikan ide-ide atau gagasan mereka.
c.       Ujaran sang anak mencerminkan pemakaian bahasa di rumah dan masyarakat tempatnya hidup.
d.      Anak yang lebih muda lebih dapat memahami kalimat-kalimat yang jauh lebih panjang dan rumit daripada kalimat-kalimat yang dapat diucapkannya.
e.       Meningkatkan keterampilan menyimak berarti membantu meningkatkan kualitas berbicara seseorang.
f.       Bunyi atau suara merupakan suatu faktor penting dalam meningkat­kan cara pemakaian kata-kata sang anak. Oleh karena itu, sang anak akan tertolong kalau mereka menyimak ujaran-ujaran yang baik dari para guru dan lingkungan sekitarnya.
g.       Berbicara dengan bantuan alat-alat peraga akan menghasilkan penangkapan informasi  yang lebih baik pada pihak penyimak.

2.   Hubungan antara Berbicara dengan Membaca
a.       Performansi atau penampilan membaca berbeda sekali dengan kecakapan berbicara.
b.      Pola-pola ujaran orang yang tunaaksara mungkin mengganggu pelajaran membaca bagi anak.
c.       Kalau pada tahun-tahun awal sekolah, ujaran membentuk suatu dasar bagi pelajaran membaca, maka membaca bagi anak-anak kelas yang lebih tinggi turut membantu meningkatkan keterampilan berbicara mereka.
d.      Kosakata khusus mengenai bahan bacaan haruslah diajarkan secara langsung. Apabila muncul kata-kata baru dalam buku bacaan siswa, maka guru hendaknya mendiskusikannya dengan siswa agar mereka memahami maknanya sebelum mereka mulai membacanya.

3.  Hubungan antara Berbicara dengan Menulis
a.     Anak belajar berbicara jauh sebelum dia dapat menulis; dan kosakata, pola-pola kalimat serta organisasi ide-ide yang memberi ciri kepada ujarannya merupakan dasar bagi keterampilan menulis berikutnya.
b.    Anak yang telah dapat berbicara dengan lancar biasanya dapat pula menuliskan pengalaman-pengalaman pertamanya serta tepat tanpa diskusi lisan pendahuluan tetapi dia masih perlu membicara­kan ide-ide yang rumit yang diperolehnya dari tangan kedua.
c.     Perbedaan-perbedaan antara berbicara dengan menulis juga ada, di antaranya, keterampilan berbicara atau komunikasi lisan cende­rung ke arah kurang berstruktur, lebih sering berubah-ubah, tidak tetap dan biasanya lebih kacau dan membingungkan daripada  komuni­kasi tulis. Komunikasi tulis cenderung lebih unggul dalam isi pikiran maupun struktur kalimat, lebih formal dalam gaya bahasa dan jauh lebih teratur dalam pengertian ide-ide. Penulis biasanya telah memikirkan  dalam-dalam setiap kalimat sebelum dia menulis naskah­nya.  Selain itu, dia juga sering memeriksa serta memper­baiki kalimat-kalimatnya beberapa kali sebelum dia menyelesaikan tulisannya.
d.    Pembuatan catatan serta bagan atau rangka ide-ide yang akan disampaikan pada suatu pembicaraan akan menolong siswa untuk mengutarakan ide-ide tersebut kepada para pendengar.  Para siswa harus belajar berbicara dari catatan-catatan, dan mereka  membutuhkan banyak latihan berbicara dari catatan agar penyajiannya tidak terputus-putus.


















BAB III
PENUTUP

E. Kesimpulan
Menyimak dan membaca erat berhubungan dalam hal bahwa keduanya merupakan alat untuk menerima komunikasi. Berbicara dan menulis erat berhubungan dalam hal bahwa keduanya merupakan cara untuk mengekspresikan makna atau arti. Dalam penggunaannya, keempat keterampilan berbahasa tersebut sering sekali saling berhubungan.



DAFTAR  PUSTAKA


Arsjad, Maidar G. dan Mukti U.S. 1991. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Haryadi, 1994. Pengantar Berbicara. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.

Hendrikus, SDV, Dori Wuwur. 1991. Retorika. Yogyakarta: Kanisius.

Keraf, Gorys. 1981. Diksi dan Gaya Bahasa. Ende-Flores: Nusa Indah.

-----------. 1997. Komposisi. Ende Flores: Nusa Indah.










0 komentar:

 

Today and Tomorrow Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos